Besucher

Sonntag, 2. September 2007

Au-Pair Miranda


Tentang Miranda Nunumete

Nama Panggilan: Mira
Umur : 24 tahun
Alamat : Jl. Dr. J. Leimena RT.018/RW004
Hative Besar - Ambon.
Mahasiswa : Universitas Pattimura
Program Studi : Pendidikan Bahasa Jerman
Kontrak : 30 Juli 2007 - 30 Juli 2008
Lokasi : Neu Isenburg.

26 Juni - 15 Agustus 2007: Mira mengikuti program persiapan Au-Pair di JERMANclub Jakarta.
25 Juni - 15 Agustus 2007: Lamanya menunggu proses pengurusan visa di kedutaan Jerman. Umumnya pengurusan visa adalah maksimal 6 minggu. Tapi visa Mira baru keluar setelah 7 minggu. Keterlanbatan tersebut disebabkan oleh faktor birokrasi yang terjadi di Indonesia maupun di Jerman.

Tentang kegiatan dalam Foto diatas:
Lokasi foto adalah di Fitz Kindergarten Bekasi, milik PT. Fitzeman. Selama menunggu visa, Fitzeman membuat program persiapan Au-Pair, yang harus diikuti oleh setiap calon Au-Pair yang telah lulus seleksi dan berangkat ke Jakarta. Dalam foto diatas, Mira terlihat aktif dalam Pengajaran Materi untuk anak yang terintegrasi dalam permainan-permainan yang dikembangkan di Fitz Kindergarten.

Kegiatan lain yang diikuti Mira di Jakarta adalah mengikuti kursus bahasa Jerman di JERMANclub Bekasi, magang di bidang Marketing, Administrasi Kantor, Praktek Masak Makanan Indonesia yang dapat di jadikan menu pembuka, menu utama dan menu penutup sebagai persiapan untuk dapat mempraktekannya saat masak di Jerman.




Murid-Murid Asuhan Mira saat di Kelas Magang
"Fitz Kindergarten Juli-Agustus 2007"


Program Persiapan Au-Pair Indonesia ke Jerman diselenggarakan atas kerjasama



Korespondensi :

Dimulai dengan informasi terakhir yang dikirimkan Miranda Nunumete dari Neu Insenburg, Jerman.



E-Mail Pertama : 15.09. 2007
Sehr geehrter Herr Resmol,
sebelumnya saya minta maaf, karena baru sekarang saya mengirimi E-Mail. Bagaimana kabarnya ??; Saya harap semua baik-baik aja dalam lindungan Tuhan.
Hr., sekarang TIM ( Anak Keluarga Schwaß) sedang sakit jadi saya masih sedikit repot bantuin jagain, giginya mau tumbuh jadi agak demam dikit, tapi sejauh ini semuanya baik-baik aja.
Aktivitas saya setiap hari biasanya mulai dari jam 3 sore sampe jam 6 atau kadang-kadang jam setengah tujuh malam karena Timi setiap hari sekolah di TOODLLER, sebuah kindergarten mulai dari jam 8 pagi sampai jam 3 sore. ( Menyiapkan sarapan pagi buat timi sebelum berangkat sekolah, bermain atau menemani Timi selama papa dan mamanya kerja, kadang kadang menyuapi Timi.)
khusus untuk hari rabu, kamis dan jumat, saya kursus bahasa Jerman dari jam 9 pagi sampai jam 12 siang dan jam 3 sore menemani Timi sampai dengan jam setengah 7 malam.
Kadang-kadang saya bersama Frau Niesler dan Timi ke Freiburg, karena Frau Niesler kerja di sana, tapi dalam sebulan maksimal 2 kali itupun cuman 2 sampai 3 hari disana, sedangkan untuk hari sabtu dan mingu saya libur dan bebas untuk jalan-jalan atau ke Gereja.
Saya merasa sangat bersyukur karena Keluarga Schwaß merupakan Keluarga yang sangat ramah dan sangat menghargai keberadaan saya di sini.
Oh iya Herr.... ternyata Hr Martin dan Frau Niesler udah pernah ke Bali dan Jakarta,dan mereka tertarik untuk mengetahui tentang Ambon atau Maluku. Saya udah cerita tapi kalo bisa atau kalo Hr tau WEBSITE tentang tentang tempat wisata di maluku, Hr tolong kirim, mereka juga pengen tau tentang TANGKUBAN PERAHU, saya juga udah cerita tapi mereka pengen liat kayak gimana bentuk nya.
Saya masih mengucap syukur karena paling tidak saya masih ingat tentang cerita tangkuban perahu atau tentang sangkuriang, he..he..he...he..
Mungkin itu aja yang bisa saya tulis, next time pasti saya kirimin email lagi. Maaf Hr kalo bahasanya amburadul, sekali lagi mohon bantuannya untuk website maluku dan tangkuban perahu. salam hormat untuk Frau Toman, dan cium manis untuk Irene, Grecg dan Dinda.
Mit freundlichen Grueßen
Mira


Jawaban :

Hallo Mira,
Selamat Ya! Saya juga sudah mendapat laporan dari keluarga kamu melalaui rekan kerja saya di situ. Jadi setidaknya, meskipun kamu terlambat mengirimkan email, saya selalu tahu perkembangan terakhir kamu.

Apa yang kamu lakukan belakangan ini, cukup merubah suasana menjadi jauh lebih baik. Saya tidak tahu, bagaimana dan apa yang kamu lakukan, tapi... pertahankan itu. Biar perlu tingkatkan kepedulian kamu pada Tim dan keluarga kamu. Saya tahu, keluarga kamu sangat baik. Dan kamu juga beruntung, bisa mendapatkan orang tua angkat yang kaya raya seperti keluarga schwass, tapi sangat baik dan rendah hati.

Ini Cerita tentang Tangkuban Perahu, dalam bahasa Jerman. Bacain sekali lagi untuk, Tim!

Selamat sekali lagi dan buatlah sesuatu dari sekarang untuk masa depan kamu!

Wir alle lieben dich

Liebe Gruesse
Ebeth, Grecg, Dinda, Irene, Toman.
PS: Ada kumpulan cerita khusus untuk anak2, kesukaan Grecg.
Ini contoh :

"Seorang Kakek & Cucunya"
Dahulu kala ada seorang kakek yang sudah sangat lanjut usianya. Penglihatannya sudah kabur. Ia sudah tidak dapat mendengar dengan baik. Lututnya sudah mulai bergetar. Jika ia duduk dekat meja makan, ia tidak dapat lagi memegang sendok. Kadang-kadang ia lupa pula sup di atas taplak meja. Dari dalam mulutnya selalu saja sup itu mengalir lagi keluar.

Anak laki-laki dan menantu perempuannya merasa jijik dengan hal itu. Oleh sebab itu kakek tua itu akhirnya duduk sendirian di sudut, di belakang sebuah tungku api. Mereka memberi makan hanya dengan mangkok yang kecil. Ia sering tidak mendapat makan dan minum yang cukup dan tentu saja ia tetap lapar dan haus. Ia melihat apa saja yang ada di meja makan dengan sedih, selanjutnya keluarlah air matanya.

Suatu ketika jemarinya yang sudah tua tidak dapat lagi memegang mangkuk. Mangkuk itu jatuh dan pecah. Menantu perempuannya mengumpat dan mencaci-maki. Tapi, kakek tua itu tidak berkata sedikit pun. Ia membiarkan semuanya terjadi. Lalu Menantunnya itu membelikannya sebuah piring yang terbuat dari kayu dengan harga yang tidak terlalu mahal. Kini dengan piring kayu itu kakek tua itu harus makan. Piring kayu ini dapat membuat si kakek tua lebih tenang karena tidak dapat pecah.

Suatu hari cucunya yang masih berumur empat tahun mengumpulkan batang-batang kayu di tanah.

Apa yang sedang kamu buat, Nak ?“ tanya ayahnya.

“Saya sedang membuat sebuah piring kayu ,“ jawab anaknya polos, “ dengan piring ini ayah dan ibu akan makan, jika nanti saya sudah besar.“

Sejurus kemudian ayah dan ibunya saling bertatapan dan mereka mulai menangis. Lalu mereka segera memapah kakek tua itu ke meja makan. Mulai sejak itu ia selalu makan bersama. Jika ia lapar atau haus, mereka segera membawakan makanan dan minuman untuknya. Mereka tidak berkata apa-apa, ketika sedikit saja makanan atau minuman tumpah ke lantai.**


Grecg selalu membaca dongeng sebelum tidur. Kalau kamu mau membacanya untuk Tim, akses saja disini.
Kumpulan Dongeng lainnya dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jerman. Semoga membantu kamu!

Cerita Rakyat dari Bali dalam versi bahasa Jerman:

Der Bambusprinz

Die Geschichte vom Bambusprinzen ist nicht nur in Indonesien, sondern in ganz Südostasien und auch in Japan verbreitet. Im allgemeinen handelt es sich dabei um Ursprungsmythen einzelner Herrscherhäuser, die ihre Entstehung auf einen aus einem Bambustrieb entstandenen Menschen zurückführen.
Die Geschichte vom Bambusprinzen ist nicht nur in Indonesien, sondern in ganz Südostasien und auch in Japan verbreitet. Im allgemeinen handelt es sich dabei um Ursprungsmythen einzelner Herrscherhäuser, die ihre Entstehung auf einen aus einem Bambustrieb entstandenen Menschen zurückführen.

"Eines Tages ging ein anmutiges Mädchen in den Wald, um ein Bambusrohr, in dem sie Reis kochen konnte, abzuschlagen. Als sie sich das größte Bambusrohr zum Fällen ausgesucht hatte, klopfte sie erst mit dem Rücken des Haumessers an den Stamm, den sie abschlagen wollte. Da hörte sie plötzlich innen aus dem Rohr eine Stimme kommen: "Fälle dieses Rohr nicht!" – "Nein, dieses Rohr muß ich abschlagen", erwiderte das Mädchen. »Bitte habe Gnade mit mir, fälle dieses Rohr nicht", sprach die Stimme weiter. Das Mädchen antwortete wieder: "Wenn ich dieses Rohr nicht fälle, werde ich bestimmt vor Hunger sterben, denn ich habe kein irdenes Geschirr zum Kochen." Da sprach die Stimme weiter und sagte: "Wenn du dieses Rohr abschlagen willst und ich nicht sterben soll, dann tu es unter diesen Bedingungen: Zähle die Knoten von unten und schlage das Rohr beim zweiten Knoten ab. Schlage nicht beim - dritten Knoten ein, denn dort sind meine Füße. Beim vierten Knoten ist mein Kopf, und wenn ich dazwischen abgeschlagen werde, muß ich auf jeden Fall sterben." – "Gut, ich werde deine Bedingungen beachten", antwortete das Mädchen. Sie hieb das Rohr ab und es stürzte zu Boden. "Ach, wie bin ich mitgenommen, weil du mich nicht aufgefangen hast", sagte jetzt die Stimme wieder. "Das hast du vorhin bei deinen Bedingungen nicht gesagt", antwortete das Mädchen. "Wenn es so ist, dann ist es schon gut", sprach die Stimme jetzt weiter. "Du bist ein Mädchen, das weiß Befehle auszuführen. Höre jetzt weiter zu. Vierteile jetzt den Bambus bis zum siebten Knoten. Danach halbiere ihn. Spalte ihn aber nur mit den Händen und auf keinen Fall mit dem Messer, sonst werde ich verletzt und muß sterben." Als das Mädchen zum achten Knoten gekommen war, hörte es wieder die Stimme rufen: "Ach, meine Haare." Die Hände des Mädchens waren aufgerissen und verletzt. "Ich will nicht weiterspalten, meine Hände sind verletzt", sagte das Mädchen. "Spalte ihn nur weiter, dann wird meine Strafe erfüllt sein. Deine Verletzungen werden dir noch einmal zugute kommen, wenn du mit dem Spalten fertig bist", antwortete die Stimme. Das Mädchen fuhr mit dem Spalten fort, und aus dem Rohr kam ein Jüngling von heldenhaftem Aussehen hervor. Seine Größe entsprach jedoch lediglich der Höhe eines Bambusabschnittes. Der Jüngling sagte zu dem Mädchen: "Weil du mir geholfen hast, solltest du mich eigentlich auch heiraten." – "Nein, ich will dich nicht heiraten, denn du bist ja nur so groß wie ein Bambusabschnitt", antwortete das Mädchen. "Wenn du mich nicht heiraten willst, küsse mich nur einmal auf meinen Kopf. Das reicht dann schon", sprach jetzt der Jüngling. "Wenn es so ist, dann gut", sagte das Mädchen. Sie küßte den Jüngling, und nachdem sie ihn geküßt hatte, wurde er so groß wie ein gewöhnlicher Mensch. Sie heirateten und kehrten in das Kampong zurück.

Als die Dorfbewohner den Bambusprinzen mit seiner frisch angetrauten Frau kommen sahen, wurden sie böse und wollten das Paar fangen. Da hob der Bambusprinz seine Hand, und alle Leute fielen ohnmächtig nieder. Als das Volk von Pakuli seine magische Kraft erkannte, wurde es wieder einig und beschloß, den Bambusprinzen zum Raja zu machen. Seine Frau, die ja aus dem gewöhnlichen Volk stammte, erhob man in den Adel."

Keine Kommentare: